Rapuh.

Dia rapuh di pojokan sana, sendiri menatap dinding dengan dinginnya. Di sekitarnya tak ada yang peduli, kejadian biasa di dalam ruangan itu. Orang rapuh di pojokan sudah seperti action figure yang rusak. Diam sendiri dan tidak dipedulikan. 

Suatu ketika, seseorang datang dan menghempaskan kesunyian di pojok ruang itu. Menyapanya, dan mencoba untuk menarik orang itu dari kesendiriannya. Orang itu menerima dengan tangan terbuka. Menerima semua kebaikannya. Seakan, itulah yang dia inginkan

Hari demi hari, wajah rapuh orang itu hilang. Ketika dia sudah bersama teman barunya. Berbincang, bercanda dan tertawa bersama. Ruangan itu kini sudah tidak ada ruang hampa yang hening. Kini ruangan itu sudah di penuhi tawa. 

Tak ada satupun orang disana yang sendiri, tak ada lagi orang rapuh.

Sampai di satu waktu, orang itu merasa tak lagi sama. Suasana mencekam kembali menghampiri dirinya, jiwanya semakin hari kembali rapuh. Tak mengerti apa yang sedang terjadi, merasakan sakit yang sebelumnya tak ada.

Mengambil satu kesimpulan. Bahwa berteman hanya akan menambah rasa sakit.

Perlahan, dia kembali pada dirinya yang lama. Mencari tempat agar tidak ada yang bisa menyadari keberadaannya.

Komentar

Rekomendasi untuk kamu baca

Semester 1

Mencium Pipi