Akhir dari kisah yang tak pernah dimulai

                Kini aku sudah hancur, tak lagi beraturan. Tidur tak nyenyak, pikiran tak karuan, perasaan berantakan. Hariku kini sudah kelabu, yang ku tunggu kini hanya butian air yang turun dari langit. Berharap semua itu bisa menghilangkan perasaan yang  tertulis dalam harap. Bayangku untuk bisa bersamanya membuatku ingin teriak, dan menangis.

                Sudah 7 tahun kita bersama, melalui susah senang kehidupan. Berbagi kisah dan tawa. Berbagi duka dan luka. Saling menguatkan, saling membantu, saling bercanda dan tawa. Senyuman indah mu, suara lembut mu sudah aku kenali sejak lama.

                Kisah yang sudah berakhir, yang seharusnya menjadi kisah baru dalam kebersamaan kita. Sudut taman sore itu, kita duduk diantara bunga yang bermekaran. Untuk berbagi cerita kita masing masing, suka, duka di minggu itu.

                Di hari yang sama, aku sudah mempersiapkan hari ini. Untuk memulai kisah yang baru, membuka lembaran baru. Membuat cerita dan kenangan yang baru. Aku sudah yakin untuk bisa mendapatkan mu. “Itu pasti” Tegas ku dalam hati.

                Memakai pakaian terbaik, dan bertemu denganmu. Yang aku yakini saat itu, hari ini adalah hari yang akan menjadi hari terbaik sepanjang hidupku. Hari paling bahagia selama 7 tahun kita bersama. Ku harap, dan pasti. Kau akan menjadi milikku.

                “Kayaknya gue ngak bisa lama sekarang”, 

                “Kenapa?” Tanyaku heran. “Gue udh punya cowok” dengan muka yang mengejek sedikit bercanda. Sore yang indah itu, seketika menjadi abu. Teringat ceritamu minggu lalu, cerita yang ingin aku hapus dalam semalam.

                “Hei, lu kenapa?” tanya kamu menatap serius wajah ku yang terlihat kecewa. “Oh ngak apa-apa, jadi lu ketemu sama dia kapan?” tanya ku dengan wajah yang (pura pura) ikut senang. Sore itu kita lanjutkan seperti biasa, tak ada yang berbeda sedikitpun dari cerita kita. Hanya saja, kamu pergi lebih awal kali ini.

                Persahabatan yang sudah kita bangun sejak 7 tahun terakhir. Aku pikir kita telah menanam rasa bersama, dan tumbuh di waktu yang bersamaan. Ternyata, hanya aku yang merawat perasaan ini tumbuh. Hingga tak terukur lagi.

                Hancurlah sudah. Semoga kau bahagia disana, aku masih disini menjadi tempatmu bercerita.

Komentar

Rekomendasi untuk kamu baca

Semester 1

Mencium Pipi