Otaku
Sword art Online adalah anime pertama yang diperkenalkan oleh temanku saat aku SMP. Entah karena tampangku yang culun, atau aku yang memang pendiam. Temanku ini bercerita tentang semua hal yang berkaitan dengan Jepang padaku. Dan sampai saat ini, dia masih tetap menjadi apa yang aku kenal 6 tahun lalu. Dan aku menjadi apa yang orang bilang padanya di sekolah saat itu.
Aku adalah seorang anak kecil yang sedang mencari hobi. Ketika ditanya pertanyaan “apa hobi kamu” aku hanya bisa diam, dan memikirkan waktu luangku dihabiskan untuk apa. Kebanyakan dari orang orang sekitarku menjawab dengan cepat “Sepak bola”, “menggambar”, “Mendengarkan musik” dan hal hal biasa lainnya.
Aku payah dalam bidang olahraga, apalagi tentang seni.
Mendengarkan musik? Boro boro, saat itu Handphonepun aku tak punya. Satu
satunya yang aku senangi hanyalah Matematika. Itupun, jika aku disuruh untuk
mengerjakan tugas diluar sekolah. Aku hanya bisa menolak dan beralasan “malas”.
Hingga pada suatu saat, aku diperkenalkan dengan dunia
Jepang. Sepertinya, saat itu memang sedang panas panasnya dunia Jejepangan. Mungkin
bisa dibilang, awal kebangkitan komunitas Otaku dan Wibu di indonesia. Anime yang
sedang booming saat itu adalah Sword art online.
Aku hanya bisa mendengarkan apa yang temanku promosikan
padaku. Karena pada dasarnya, aku bingung menonton anime itu dimana dan
bagaimana cara mengaksesnya. Aku hanya bisa mendengarkan dan membayangkan,
sepertinya menarik memiliki hobi menonton anime.
Seingatku, anime dicap sebagai tontonan anak anak. Jadi
kebanyakan orang yang hobinya menonton anime, dicapnya buruk. Wajar saja,
karena anime seperti One Piece, Dragon ball bahkan naruto adalah tontonan masa
kecil semua orang. Jadi wajar saja, jika anime di cap sebagai kartun anak anak.
2 tahun berlalu sejak pertama kali aku mengenal dunia
perwibuan. Aku jadi tau, Anime tidak sebatas bergendre Action atau Comedy.
Seperti film pada umumnya, anime memiliki berbagai gendre. Mulai dari Detektif
sampai Romence. Bahkan beberapa tahun belakangan, anime baru yang ramai
diperbincangkan mulai muncul. Seperti Attack on Titan, Tokyo Revenger juga
Kimetsu no Yaiba.
Dulu yang aku mengira wibu adlaah kumpulan orang orang cupu
berubah drastis ketika aku ikut pertama kalinya Event Jejepangan di Transtudio
Bandung. Saat itu, aku melihat lautan manusia pecinta anime yang berkumpul
disatu gedung. Mereka membeli banyak merch juga cosplay berbagai karakter.
Aku sendiri sudah di cap sebagai wibu sejak SMP. Dan mulai
mendalami sebagai wibu sejak pandemi tahun 2020. Bahkan aku sampai membuat list
tontonan anime yang pernah aku tonton selama pandemi. Judul anime yang pernah
aku tonton selama setahun mencapai 100 judul anime.
Sekarang, ngak banyak judul anime yang membuat aku tertarik.
Bahkan sequel dari beberapa judul yang pernah aku tonton. Kini dirasa kurang
menarik buatku. Ditambah kondisi indonesia yang makin membaik setiap harinya. Juga
sekolah yang mulai kembali sibuk, di banding masa pandemi.
Namun, cap Wibu masih melekat pada wajah seorang pemuda
labil ini. Tampangnya yang nolep ditambah aksesoris kacamata hitam tebal yang
menyangkut dimatanya. Membuat image wibu semakin kuat. Aku tak pernah masalah
dicap demikian, ini bisa menjadi Brand Imageku untuk kedepannya. Dan memang,
aku tak menyangkal aku menyukai hal hal berbau jepang.
Fun fact, kata wibu sudah resmi ada di KBBI;
Wi Bu, orang yang terobsesi dengan budaya dan gaya hidup orang Jepang
Komentar
Posting Komentar